Sabtu, 18 Maret 2017

Mengapa Langit Berwarna Biru?


Masih ingatkah kita pada lagu “Pelangi”? Eits, bukan “Pelangi di Matamu” tapi lagu “Pelangi-pelangi” yang sering kita nyanyikan di taman kanak-kanak. Dari lagu ciptaan Eyang A.T.Mahmud ini, kita belajar bahwa pelangi berwarna merah, kuning, hijau, dan langit yang biru. Tapi, pernahkah dulu kalian bertanya-tanya kenapa bukan langit yang berwarna merah, kuning, atau hijau? Kenapa harus biru?
Banyak yang bilang, langit berwarna biru karena memantulkan warna laut yang sama-sama biru. Meski terdengar ilmiah, nyatanya hal ini cuma mitos. Sudah banyak ilmuwan yang berbaris untuk mencari penjelasan ilmiah mengapa langit siang hari—asal ehm, tidak mendung—selalu berwarna biru. Mulai dari Leonardo DaVinci, John Tyndal, sampai Sir Rayleigh, yang akhirnya menyempurnakan penelitian ilmiah tentang fenomena ini!
Mungkin kita sering tidak sadar bahwa saat kita memandang langit, sebetulnya kita sedang memandang atmosfer bumi, yang tidak lain tidak bukan adalah… kumpulan udara. Tapi jika langit adalah udara, mengapa bisa ada warnanya? Meski tidak kasat mata, sebetulnya udara terdiri dari banyak partikel, seperti gas Nitrogen dan Oksigen, juga uap air, polusi dan debu. Partikel-partikel inilah yang nantinya akan bereaksi dengan cahaya matahari.
Jadi, sinar matahari yang terpancar awalnya merupakan satu paket yang terdiri dari radiasi dan gelombang elektromagnetik. Saat menerobos masuk ke atmosfer bumi, mata kita hanya dapat menyaksikan apa yang disebut sebagai SPEKTRUM CAHAYA TAMPAK, terdiri dari warna ME JI KU HI BI NI U . Ketujuh warna tersebut kemudian bergabung menjadi cahaya putih.
Waktu gerimis, cahaya putih ini bisa terurai oleh tetes-tetes hujan menjadi pelangi. Tapi, pembauran cahaya putih yang membuat langit terlihat biru bisa terjadi kapan saja. Fenomena ini disebut banyak ilmuwan sebagai Rayleigh-Scattering . Saat bertemu dengan partikel gas superkecil di udara, cahaya bergelombang pendek seperti biru, nila, dan ungu akan dilempar hingga tersebar ke segala arah. Sementara cahaya bergelombang panjang seperti merah dan jingga, lancar jaya menembus partikel-partikel tersebut. Akibatnya, dengan tambahan cahaya biru yang terlempar oleh partikel-partikel di udara, mata kita lebih dominan menerima warna biru dibandingkan warna merah.
Tapi… tunggu dulu. Kenapa langit tidak berwarna ungu, padahal gelombang cahaya ungu lebih pendek dari cahaya biru. Hal ini tentu saja bukan karena langit pilih kasih. Faktanya, matahari memang memancarkan si biru ke bumi dengan energi yang lebih besar dari si ungu. Selain itu, mata kita ternyata juga lebih peka pada si biru. Di retina mata kita, terdapat jutaan sel peka cahaya yang berbentuk seperti contong es krim. Sel-sel bernama CONE ini paling peka pada tiga warna, yaitu merah, hijau, dan biru. Jadi, jika mata kita disuruh memilih antara si biru atau si ungu, malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya…
Kalau begitu, kenapa langit senja berwarna kemerahan? Karena pada siang hari, matahari berada di atas ubun-ubun. Tapi menjelang malam hari, terbentang jarak yang lebih jauh antara kita dan matahari yang sudutnya rendah di langit. Akibatnya, cahaya matahari harus melewati atmosfer yang lebih tebal sebelum menyentuh bumi. Dalam perjalanan, gelombang cahaya biru keburu terpental ke segala arah, sehingga kalah balapan dengan cahaya merah yang bisa sampai duluan di mata kita. Akhirnya, yang tampak di mata kita tinggal cahaya jingga dan merah membara…
Jadi sekarang kita tahu siapa oknum dibalik penyebab membiru-nya si langit, dan seperti biasa terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar