Banyak teks sejarah di sekolah yang menyebutkan Fatahillah dan Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang sama. Tapi kenyataannya Fatahillah bukanlah Syarif Hidayatullah. Fatahillah atau juga disebut Faletehan dan Syarif Hidayatullah merupakan sosok yang berbeda.
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat.
- Asal-usul Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450.
Ayahnya adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar, seorang Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air.
Ibunya adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Muda’im) yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Nyai Subang Larang.
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Datuk Kahfi, ia meneruskan ke Timur Tengah. Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.
Memasuki usia dewasa sekitar di antara tahun 1470-1480, ia menikahi adik dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini, ia mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin yang kelak menjadi Sultan Banten I.
Pada masa kerajaan Demak, ia berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Maulana Akbar Gujarat dari pihak ayah, maka Raden Patah adalah keturunannya juga tapi dari pihak ibu yang lahir di Campa.
Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di Demak, maka Cirebon menjadi Negara Bagian bawahan dari kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan Cirebon. Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel, Ulama yang paling dituakan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan disebarkan di pulau Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya.
Fatahillah
Fatahillah adalah tokoh yang dikenal mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama “Jayakarta” yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota Jakarta. Ia dikenal juga dengan nama Falatehan. Ada pula yang beranggapan bila Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, kemungkinan besar adalah mertua dari Fatahillah.
- Pendapat mengenai asal-usul Fatahillah
Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul Fatahillah.
Ada pendapat yang mengatakan bila Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Kemudian Fatahillah pun pergi ke Mekah, lalu ke tanah Jawa, Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggono.
Ada pendapat lain yang menjelaskan bahwa Fatahillah ini merupakan putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri kerajaan Pajajaran.
Pendapat lainnya lagi mengatakan bila Fatahillah dilahirkan pada 1448, dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang putri raja Pajajaran, Raden Manah Rasa. Namun pendapat-pendapat ini tidak jelas dari tradisi atau sumbernya berasal.
Ada pula sumber sejarah yang mengatakan sebenarnya Fatahillah itu lahir di Asia Tengah (mungkin di Samarqand), kemudian ia menimba ilmu ke Baghdad, dan mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki, sebelum bergabung dengan Kerajaan Demak. Namun pendapat ini juga tidak jelas berasal dari mana.
Pada 1972, ditemukan sebuah naskah kuno di Indramayu, sehingga pandangan tentang tokoh Fatahillah mulai berubah. Kitab kuno itu bernama Carita Purwaka Caruban Nagari, yang ditulis pada 1720, oleh Pangeran Arya Carebon. Namun yang menjadi masalah, masa penulisan kitab itu adalah 200 tahun setelah masa hidup Fatahillah. Kitab itu pun masih diragukan keasliannya oleh banyak pihak karena banyaknya kekeliruan penulisan.
- Sumber sejarah yang menyebutkan bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati berbeda
Dari sumber Sajarah Banten menyebutkan tokoh Sunan Gunung Jati sebagai seorang yang keramat. Dia datang dari tanah Arab. Ayahnya berasal dari Yamani, sementara ibunya dari Bani Israil. Raja Cirebon saat itu bernama Makdum, berasal dari Pasai (Sejarah Nasional Indonesia Jilid III dan berbagai buku karangan H.J. de Graaf).
Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, tokoh dari Pasai itu bernama Fadhillah Khan, diidentifikasi sebagai Fatahillah. Dia lahir pada 1490. Sementara tokoh Sunan Gunung Jati, nama lain dari Syarif Hidayat, lahir pada 1448 di Mekah dan tiba di Cirebon sekitar 1470. Dengan demikian Fatahillah dan Sunan Gunung Jati merupakan dua tokoh yang berbeda.
Hubungan Fatahillah dan Sunan Gunung Jati
Dari Penelitian terakhir menunjukkan Sunan Gunung Jati tidak sama dengan Fatahillah.
Sunan Gunung Jati adalah seorang ulama besar dan muballigh yang lahir turun-temurun dari para ulama keturunan cucu Muhammad, Imam Husayn. Nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah putra Musafir besar dari Gujarat, India yang memimpin putra-putra dan cucu-cucunya berdakwah ke Asia Tenggara.
Sedangkan Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan, orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten).
Pada akhir 1990-an, Sultan Sepuh Cirebon pun mengkonfirmasikan perbedaan dua tokoh ini dengan menunjukkan bukti dua buah makam yang berbeda. Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati sebenarnya dimakamkan di Gunung Sembung, sementara Fatahillah (yang menjadi menantu beliau dan Panglima Perang pengganti Pati Unus) dimakamkan di Gunung Jati.
0 komentar:
Posting Komentar